Ramah, Peredam Amarah

Keramahan itu menyenangkan. Tidak hanya bagi orang lain yang melihatnya, tapi juga bagi diri kita. Keramahan akan menambah energi diri dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

Ada sebuah kisah menarik dalam buku Kecerdasan Emosi. Dikisahkan, ada seorang pemabuk yang hendak berbuat onar di dalam kereta api. Kebetulan, di dalam kereta tersebut terdapat pula seorang ahli bela diri yang sangat terlatih. Dibenak ahli bela diri ini telah terbayang pukulan seperti apa yang bisa merobohkan si pemabuk tersebut. Ia hampir saja melayangkan pukulan, saat si pemabuk mulai menggangu seorang ibu yang sedang menggendong bayi.

Tiba-tiba, datanglah seorang tua yang kurus menghampiri si pemabuk. Orangtua itu menyapanya dengan hormat dan penuh keramahan. Saat si pemabuk menghardiknya, ia pun tetap menjawab dengan ramah serta sikap terbaik.

Yang menarik, kemarahan si pemabuk perlahan-lahan mereda. Bahkan, di salah satu stasiun si pemabuk ikut turun bersama si kakek. Saat kereta bergerak lagi, tampak dari jendela, si pemabuk yang berbadan besar dan kekar duduk bersimpuh di samping kakek yang bijak tersebut.

Demikianlah, jika batu dibenturkan dengan batu lagi, niscaya salah satu atau keduanya akan ada yang terbelah. Akan tetapi, jika batu dibenturkan dengan tanah liat. Niscaya batu itu akan menjadi lengket dan menyatu dengan tanah liat.

Di dalam Alquran terdapat rumusan untuk menaklukkan hati, yaitu dengan bersikap lembut dan penuh kasih sayang. Allah SWT berfirman, "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Allah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS An-Nahl [16]: 125).

Kita bisa merasakan bila sedang kesal atau marah, lalu berjumpa dengan orang yang bijaksana. Baru menatap wajahnya yang jernih dan cerah saja, hati kita sudah merasa sejuk. Belum lagi perhatian yang tulus serta keramahan dan tutur katanya yang berbobot. Sikap ini efektif meredam emosi kita. Bahkan, mungkin saja kita akan berubah pikiran dan menyesali perbuatan yang sebelumnya kita anggap benar.

Sahabat, ternyata biang kesusahan itu tidak terletak pada masalah yang sedang dihadapi. Namun, terletak pada sikap kita ketika menghadapi masalah tersebut. Sikap emosional tidak dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Sebaliknya ia akan lebih memperberat masalah yang dihadapi.

Sikap emosional sebenarnya berakar pada pribadi yang jauh dari kebeningan hati. Akibatnya suasana hati akan lelah, tegang, dan jauh dari ketenangan serta kebahagiaan. Kondisi seperti ini jelas akan berpengaruh pada perilaku. Mengapa? Reaksi apapun yang kita tampilkan, tidak akan jauh berbeda dengan suasana hati.

Karena itu, cobalah untuk menghadapi hidup ini dengan penuh semangat. Tunjukan selalu wajah yang cerah dan jernih. Tersenyumlah dengan wajar dan tulus. Temuilah orang lain dengan sikap yang sopan dan santun, dan sapalah mereka dengan penuh keramahan dan penghormatan. Bila demikian, niscaya kita akan menemukan bahwa beban yang selama ini menghimpit hati, akan terasa jauh lebih ringan dan lapang.

Selain itu, semangat untuk menghadapi persoalan pun akan berlipat ganda. Terlebih bila orang lain membalas keramahan kita. Semua itu akan menjadi tambahan energi dalam menghadapi berbagai masalah yang menghadang.

Keramahan itu menyenangkan. Tidak hanya bagi orang lain yang melihatnya, tapi juga bagi diri kita. Bukankah kita menginginkan kebahagiaan dalam hidup? Maka, marilah kita mulai dari sikap yang paling murah dan ringan, tapi cepat dirasakan hasilnya.
Selamat berbahagia bagi siapapun yang bisa bersikap ramah. Sekalipun terhadap orang yang berbuat tidak baik kepadanya. Wallahu a'lam bish-shawab.

oleh: KH. Abdullah Gymnastiar

0 komentar:

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP